Olivia, seorang perawat di sebuah klinik sedang menyiapkan
berkas seorang pria tua berusia 70-an yang datang untuk membuka jahitan pada
luka di ibu-jarinya.Pria tua itu harus menunggu dan mungkin baru dapat
ditangani setidaknya 1 jam lagi.Si pria tua nampak gelisah dan selalu melirik
ke jam tangannya.
Olivia tertarik untuk menyempatkan memeriksa lukanya, yang
nampaknya cukup baik dan kering.Mereka hanya harus membuka jahitan dan memasang
perban baru, pekerjaan yang tidak terlalu sulit bagi perawat muda itu. Atas
persetujuan dokter, ia merawatnya sendiri.
Sambil menangani lukanya, Olivia bertanya apakah pria tua
itu memiliki janji lain hingga tampak sangat terburu-buru.“Tidak,” jawabnya.
“Aku hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istriku. Setiap hari aku
kesana. Istriku dirawat di sana karena penyakit Alzheimer.”“Apakah istri Anda
akan marah bila Anda terlambat?” Tanya Olivia.
Tersenyum, pria tua itu menjawab, “Dia sudah tidak lagi bisa
mengenaliku sejak 5 tahun terakhir.”Perawat muda itu terkejut dan kembali
bertanya, “Dan Anda masih ke sana setiap hari, walau istri Anda tidak lagi
mengenali Anda?”Pria tua dengan senyum bijaksananya, menepuk lembut tangan
perawat muda yang menatapnya dengan mata heran, dan berkata, “Ya, dia memang
tidak mengenaliku, tapi aku masih mengenali dia, kan?”Berbicara tentang cinta
tanpa syarat, seperti inilah.
Cinta tidak bersifat fisik atau romantis. Cukup menerima apa
adanya yang terjadi, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan
pernah terjadi.Setiap orang yang paling berbahagia tidak harus memiliki segala
sesuatu yang terbaik, tapi mereka berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka
miliki. Hidup bukan hanya tentang perjuangan taklukkan badai, tapi juga
bagaimana tetap menari di bawah hujan.